“LINGKUNGAN HIDUP DAN PELESTARIANNYA”
Posted on September 9, 2010 by irfandr
Kehidupan
yang berlangsung di muka bumi merupakan bentuk interaksi timbal balik
antara unsur-unsur biotik dan unsur-unsur abiotik. Kedua unsur tersebut
harus dapat mendukung satu sama lain, sehingga dapat diperoleh kondisi
lingkungan hidup yang serasi dan seimbang. Hal penting yang harus kalian
ingat adalah bahwa lingkungan hidup yang ada sekarang bukanlah warisan
dari nenek moyang yang dapat kita gunakan memanfaatkannya harus
diperhatikan kelangsungan dan kelestariannya agar dapat digunakan oleh
generasi yang akan datang.
A. Unsur-unsur Lingkungan
Menurut Undang-Undang No 4 Tahun 1982,
lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya
yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia
serta makhluk hidup lainnya. Berdasarkan pengertian tersebut, lingkungan
hidup tersusun dari berbagai unsur yang saling berhubungan satu sama
lain, yaitu unsur biotik, abiotik, dan sosial budaya.
1. Unsur Biotik
Unsur biotik adalah unsur-unsur makhluk
hidup atau benda yang dapat menunjukkan ciri-ciri kehidupan, seperti
bernapas, memerlukan makanan, tumbuh, dan berkembang biak. Unsur biotik
terdiri atas manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Secara umum, unsur
biotik meliputi produsen, konsumen, dan pengurai.
a. Produsen, yaitu organisme yang dapat
membuat makanan sendiri dari bahan anorganik sederhana. Produsen pada
umumnya adalah tumbuhan hijau yang dapat membentuk bahan makanan (zat
organik) melalui fotosintesis.
b. Konsumen, yaitu organisme yang tidak
mampu membuat makanan sendiri. Konsumen terdiri atas hewan dan manusia.
Konsumen memperoleh makanan dari organisme lain, baik hewan maupun
tumbuhan.
c. Pengurai atau perombak (dekomposer),
yaitu organisme yang mampu menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati. Pengurai menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan
melepas bahan-bahan yang sederhana yang dapat dipakai oleh produsen.
Pengurai terdiri atas bakteri dan jamur.
2. Unsur Abiotik
Unsur abiotik adalah unsur-unsur alam
berupa benda mati yang dapat mendukung kehidupan makhluk hidup. Termasuk
unsur abiotik adalah tanah, air, cuaca, angin, sinar matahari, dan
berbagai bentuk bentang lahan.
3. Unsur Sosial Budaya
Unsur sosial budaya merupakan bentuk
penggabungan antara cipta, rasa, dan karsa manusia yang disesuaikan atau
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam setempat. Termasuk unsur
sosial budaya adalah adat istiadat serta berbagai hasil penemuan manusia
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Arti Penting Lingkungan
Makhluk hidup tidak dapat dipisahkan dari
lingkungannya. Kita tentu dapat membayangkan, apa yang terjadi jika
seekor ikan dikeluarkan dari akuarium, kolam, atau sungai yang merupakan
lingkungan hidupnya? Ikan tersebut akan mati, hal itu terjadi karena
tidak adanya unsur-unsur lingkungan yang mendukung kehidupan ikan
tersebut.Meskipun lingkungan bersifat mendukung atau menyokong kehidupan
makhluk hidup, namun perlu diingat bahwa tidak semua lingkungan di muka
bumi ini memiliki keadaan yang ideal untuk kehidupan makhluk hidup.
C. Bentuk-bentuk Kerusakan Lingkungan Hidup dan Faktor Penyebabnya
Lingkungan hidup mempunyai keterbatasan,
baik dalam hal kualitas maupun kuantitasnya. Dengan kata lain,
lingkungan hidup dapat mengalami penurunan kualitas dan penurunan
kuantitas. Penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan ini menyebabkan
kondisi lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi lagi untuk
mendukung kehidupan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Kerusakan
lingkungan hidup dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan
penyebabnya, kerusakan lingkungan dapat dikarenakan proses alam dan
karena aktivitas manusia.
1. Kerusakan Lingkungan Akibat Proses Alam
Kerusakan lingkungan hidup oleh alam
terjadi karena adanya gejala atau peristiwa alam yang terjadi secara
hebat sehingga mempengaruhi keseimbangan lingkungan hidup.
Peristiwa-peristiwa alam yang dapat mempengaruhi kerusakan lingkungan,
antara lain meliputi hal-hal berikut ini.
a. Letusan Gunung Api
Letusan gunung api dapat menyemburkan
lava, lahar, material-material padat berbagai bentuk dan ukuran, uap
panas, serta debu-debu vulkanis. Selain itu, letusan gunung api selalu
disertai dengan adanya gempa bumi lokal yang disebut dengan gempa
vulkanik.
b . Gempa Bumi
Gempa bumi adalah getaran yang
ditimbulkan karena adanya gerakan endogen. Semakin besar kekuatan gempa,
maka akan menimbulkan kerusakan yang semakin parah di muka bumi. Gempa
bumi menyebabkan bangunan-bangunan retak atau hancur, struktur batuan
rusak, aliran-aliran sungai bawah tanah terputus, jaringan pipa dan
saluran bawah tanah rusak, dan sebagainya. Jika kekuatan gempa bumi
melanda lautan, maka akan menimbulkan tsunami, yaitu arus gelombang
pasang air laut yang menghempas daratan dengan kecepatan yang sangat
tinggi. Masih ingatkah kalian dengan peristiwa tsunami di Nanggroe Aceh
Darussalam di penghujung tahun 2004 yang lalu? Contoh peristiwa gempa
bumi yang pernah terjadi di Indonesia antara lain gempa bumi yang
terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di Nanggroe Aceh Darussalam dengan
kekuatan 9,0 skala richter. Peristiwa tersebut merupakan gempa paling
dasyat yang menelan korban diperkirakan lebih dari 100.000 jiwa. Gempa
bumi juga pernah melanda Yogyakarta dan Jawa Tengah pada bulan Mei 2006
dengan kekuatan 5,9 skala richter.
c . Banjir
Banjir merupakan salah satu bentuk
fenomena alam yang unik. Dikatakan unik karena banjir dapat terjadi
karena murni gejala alam dan dapat juga karena dampak dari ulah manusia
sendiri. Banjir dikatakan sebagai gejala alam murni jika kondisi alam
memang mempengaruhi terjadinya banjir, misalnya hujan yang turun terus
menerus, terjadi di daerah basin, dataran rendah, atau di lembah-lembah
sungai. Selain itu, banjir dapat juga disebabkan karena ulah manusia,
misalnya karena penggundulan hutan di kawasan resapan, timbunan sampah
yang menyumbat aliran air, ataupun karena rusaknya dam atau pintu
pengendali aliran air. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir, antara
lain, hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur karena tererosi
aliran air, rusaknya tanaman, dan rusaknya berbagai bangunan hasil
budidaya manusia. Bencana banjir merupakan salah satu bencana alam yang
hampir setiap musim penghujan melanda di beberapa wilayah di Indonesia.
Contoh daerah di Indonesia yang sering dilanda banjir adalah Jakarta.
Selain itu beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada awal tahun
2008 juga dilanda banjir akibat meluapnya DAS Bengawan Solo.
d . Tanah Longsor
Bencana alam ini dapat terjadi karena
proses alam ataupun karena dampak kecerobohan manusia. Bencana alam ini
dapat merusak struktur tanah, merusak lahan pertanian, pemukiman, sarana
dan prasarana penduduk serta berbagai bangunan lainnya. Peristiwa tanah
longsor pada umumnya melanda beberapa wilayah Indonesia yang memiliki
topografi agak miring atau berlereng curam. Sebagai contoh, peristiwa
tanah longsor pernah melanda daerah Karanganyar (Jawa Tengah) pada bulan
Desember 2007.
2. Kerusakan Lingkungan Hidup karena Aktivitas Manusia
Dalam memanfaatkan alam, manusia
terkadang tidak memerhatikan dampak yang akan ditimbulkan. Beberapa
bentuk kerusakan lingkungan yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia,
antara lain, meliputi hal-hal berikut ini.
a. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran disebut juga dengan polusi,
terjadi karena masuknya bahan-bahan pencemar (polutan) yang dapat
mengganggu keseimbangan lingkungan. Bahan-bahan pencemar tersebut pada
umumnya merupakan efek samping dari aktivitas manusia dalam pembangunan.
Berdasarkan jenisnya, pencemaran dapat dibagi menjadi empat, yaitu
pencemaran udara, pencemaran tanah, pencemaran air, dan pencemaran
suara. Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh ulah
manusia antara lain, disebabkan oleh asap sisa hasil pembakaran,
khususnya bahan bakar fosil (minyak dan batu bara) yang ditimbulkan oleh
kendaraan bermotor, mesin-mesin pabrik, dan mesin-mesin pesawat terbang
atau roket. Dampak yang ditimbulkan dari pencemaran udara, antara lain,
berkurangnya kadar oksigen (O2) di udara, menipisnya lapisan ozon (O3),
dan bila bersenyawa dengan air hujan akan menimbulkan hujan asam yang
dapat merusak dan
mencemari air, tanah, atau tumbuhan.
Pencemaran tanah disebabkan karena sampah plastik ataupun sampah
anorganik lain yang tidak dapat diuraikan di dalam tanah. Pencemaran tanah
juga dapat disebabkan oleh penggunaan pupuk atau obat-obatan kimia yang
digunakan secara berlebihan dalam pertanian, sehingga tanah kelebihan
zat-zat tertentu yang justru dapat menjadi racun bagi tanaman. Dampak
rusaknya ekosistem tanah adalah semakin berkurangnya tingkat kesuburan
tanah sehingga lambat laun tanah tersebut akan menjadi tanah kritis yang
tidak dapat diolah atau dimanfaatkan.
Pencemaran air terjadi
karena masuknya zat-zat polutan yang tidak dapat diuraikan dalam air,
seperti deterjen, pestisida, minyak, dan berbagai bahan kimia lainnya,
selain itu, tersumbatnya aliran sungai oleh tumpukan sampah juga dapat
menimbulkan polusi atau pencemaran. Dampak yang ditimbulkan dari
pencemaran air adalah rusaknya ekosistem perairan, seperti sungai, danau
atau waduk, tercemarnya air tanah, air permukaan, dan air laut.
Pencemaran suara adalah
tingkat kebisingan yang sangat mengganggu kehidupan manusia, yaitu suara
yang memiliki kekuatan > 80 desibel. Pencemaran suara dapat
ditimbulkan dari suara kendaraan bermotor, mesin kereta api, mesin jet
pesawat, mesin-mesin pabrik, dan instrumen musik. Dampak pencemaran
suara menimbulkan efek psikologis dan kesehatan bagi manusia, antara
lain, meningkatkan detak jantung, penurunan pendengaran karena
kebisingan (noise induced hearing damaged), susah tidur, meningkatkan
tekanan darah, dan dapat menimbulkan stres.
b . Degradasi Lahan
Degradasi lahan adalah proses berkurangnya daya dukung lahan terhadap kehidupan. Degradasi lahan merupakan bentuk kerusakan lingkungan akibat pemanfaatan lingkungan oleh manusia yang tidak memerhatikan keseimbangan lingkungan. Bentuk degradasi lahan, misalnya lahan kritis, kerusakan ekosistem laut, dan kerusakan
hutan.
1) Lahan kritis dapat terjadi karena praktik ladang berpindah ataupun karena eksploitasi penambangan yang besar-besaran.
2) Rusaknya ekosistem laut terjadi karena
bentuk eksploitasi hasil-hasil laut secara besar-besaran, misalnya
menangkap ikan dengan menggunakan jala pukat, penggunaan bom, atau
menggunakan racun untuk menangkap ikan atau terumbu karang. Rusaknya
terumbu karang berarti rusaknya habitat ikan, sehingga kekayaan ikan dan
hewan laut lain di suatu daerah dapat berkurang.
3) Kerusakan hutan pada umumnya terjadi
karena ulah manusia, antara lain, karena penebangan pohon secara
besar-besaran, kebakaran hutan, dan praktik peladangan berpindah.
Kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan hutan, misalnya punahnya
habitat hewan dan tumbuhan, keringnya mata air, serta dapat menimbulkan
bahaya banjir dan tanah longsor.
c. Kerusakan Hutan
Kelangkaan minyak tanah yang kerap
mendera penduduk di berbagai daerah akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu
penduduk untuk menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras.
Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat.
Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan
terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik
penduduk. Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air
tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk
tidak menebangi pohonnya. kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah
berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah
pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon
untuk kayu bakar.
Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk untuk menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk. Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya. kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
Kelangkaan minyak tanah yang kerap mendera penduduk di berbagai daerah akhir-akhir ini dikhawatirkan memacu penduduk untuk menggunakan kayu bakar dan menebang pohon tanaman keras. Jika itu terjadi, kerusakan sumber air (mata air) akan semakin cepat. Setiap tahun rata-rata sekitar 300 mata air mati akibat penebangan terprogram (hutan produksi) maupun penebangan tanaman keras milik penduduk. Di lain pihak, penduduk yang di lahannya terdapat sumber air tidak pernah memperoleh kompensasi sebagai ganti atas kesediaannya untuk tidak menebangi pohonnya. kesulitan penduduk memperoleh minyak tanah berdampak pada peningkatan penggunaan kayu bakar. Penduduk di daerah pedesaan yang jauh dari pangkalan minyak tanah memilih menebang pohon untuk kayu bakar.
Di Indonesia berdasarkan hasil penafsiran
citra landsat tahun 2000 terdapat 101,73 juta hektar hutan dan lahan
rusak, diantaranya seluas 59,62 juta hektar berada dalam kawasan hutan.
Pada abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-18, hutan alam di Jawa
diperkirakan masih sekitar 9 juta hektar. Pada akhir tahun 1980-an,
tutupan hutan alam di Jawa hanya tinggal 0,97 juta hektar atau 7 persen
dari luas total Pulau Jawa. Saat ini, penutupan lahan di pulau Jawa
masih tinggal 4 %. Pulau Jawa sejak tahun 1995 telah mengalami defisit
air sebanyak 32,3 miliar meter kubik setiap tahunnya.
Data yang dikeluarkan Bank Dunia
menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan
sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta
hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan
meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas
terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan
hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan.
Berdasarkan hasil analisis FWI dan
GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami
penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan
sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari
sistem politik dan ekonomi yang menganggap sumber daya hutan sebagai
sumber pendapatan dan bisa dieksploitasi untuk kepentingan politik serta
keuntungan pribadi.
Menurut data Departemen Kehutanan
tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi optimal
telah mencapai 59,6 juta hektar dari 120,35 juta hektar kawasan hutan di
Indonesia, dengan laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai
2,83 juta hektar per tahun. Bila keadaan seperti ini dipertahankan,
dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka hutan di
Sulawesi dan Papua akan mengalami hal yang sama. Menurut analisis World
Bank, hutan di Sulawesi diperkirakan akan hilang tahun 2010.
Praktek pembalakan liar dan
eksploitasi hutan yang tidak mengindahkan kelestarian, mengakibatkan
kehancuran sumber daya hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran
kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai US$ 5 milyar,
diantaranya berupa pendapatan negara kurang lebih US$1.4 milyar setiap
tahun. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai keanekaragaman
hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber
daya hutan.
Penelitian Greenpeace mencatat
tingkat kerusakan hutan di Indonesia mencapai angka 3,8 juta hektar
pertahun, yang sebagian besar disebabkan oleh aktivitas illegal logging
atau penebangan liar (Johnston, 2004). Sedangkan data Badan Penelitian
Departemen Kehutanan menunjukan angka Rp. 83 milyar perhari sebagai
kerugian finansial akibat penebangan liar (Antara, 2004).
Source : http://id.wikipedia.org
Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun dan menyebabkan terjadinya penyusutan hutan tropis secara besar-besaran. Laju kerusakan hutan periode 1985-1997 tercatat 1,6 juta hektar per tahun, sedangkan pada periode 1997-2000 menjadi 3,8 juta hektar per tahun. Ini menjadikan Indonesia merupakan salah satu tempat dengan tingkat kerusakan hutan tertinggi di dunia.
Semakin meluasnya lahan kosong atau
gundul akibat penebangan liar yang melibatkan oknum tertentu tidak dapat
dipungkiri. Sudah saatnya aksi penebangan liar yang terjadi di sejumlah
hutan lindung harus segera mendapat perhatian lebih serius dari semua
pihak. Kejadian ini akan menyebabkan timbulnya deforensi hutan, yang
merupakan suatu kondisi dimana tingkat luas area hutan yang menunjukkan
penurunan baik dari segi kualitas dan kuantitas. Indonesia memiliki 10%
hutan tropis dunia yang masih tersisa. Luas hutan alam asli Indonesia
menyusut dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hingga saat ini,
Indonesia telah kehilangan hutan aslinya sebesar 72 persen.
Fungsi hutan sebagai penyimpan air tanah
juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang
terus-menerus. Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi
kekeringan di musim kemarau dan banjir serta tanah longsor di musim
penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak serius terhadap kondisi
perekonomian masyarakat.
Penebangan hutan skala besar dimulai pada
tahun 1970 dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan
hutan tanaman industri di tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land
clearing). Selain itu, areal hutan juga dialihkan fungsinya menjadi
kawasan perkebunan skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan
secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan
pengembangan perkotaan. Di tahun 1999, setelah otonomi dimulai,
pemerintah daerah membagi-bagikan kawasan hutannya kepada pengusaha
daerah dalam bentuk hak pengusahaan skala kecil. Di saat yang sama juga
terjadi peningkatan aktivitas penebangan hutan tanpa ijin yang tak
terkendali oleh kelompok masyarakat yang dibiayai pemodal (cukong) yang
dilindungi oleh aparat pemerintah dan keamanan.
Untuk saat ini, penyebab deforestasi
hutan semakin kompleks. Kurangnya penegakan hukum yang terjadi saat ini
memperparah kerusakan hutan. Penyebab kerusakan hutan tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut :
- Hak Penguasaan Hutan
Banyak perusahaan HPH yang melanggar
pola-pola tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan lahan.
Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan
terhadap pengelolaan hutan sangat lemah dan, lama kelamaan, banyak hutan
produksi yang telah dieksploitasi secara berlebihan. Menurut
klasifikasi pemerintah, pada saat ini hampir 30 persen dari konsesi HPH
yang telah disurvei, masuk dalam kategori “sudah terdegradasi”.
1. Hutan tanaman industri
Hutan tanaman industri telah dipromosikan
secara besar-besaran dan diberi subsidi sebagai suatu cara untuk
menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di
Indonesia, tetapi cara ini mendatangkan tekanan terhadap hutan alam.
2. Perkebunan
Lonjakan pembangunan perkebunan, terutama perkebunan kelapa sawit, merupakan penyebab lain dari deforestasi.
- Ilegal logging (Pembalakan Liar)
Pembalakan liar atau penebangan liar
(bahasa Inggris: illegal logging) adalah kegiatan penebangan,
pengangkutan dan penjualan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin
dari otoritas setempat. Walaupun angka penebangan liar yang pasti sulit
didapatkan karena aktivitasnya yang tidak sah, beberapa sumber
terpercaya mengindikasikan bahwa lebih dari setengah semua kegiatan
penebangan liar di dunia terjadi di wilayah-wilayah daerah aliran sungai
Amazon, Afrika Tengah, Asia Tenggara, Rusia dan beberapa negara-negara
Balkan. Sebuah studi kerjasama antara Britania Raya dengan Indonesia
pada 1998 mengindikasikan bahwa sekitar 40% dari seluruh kegiatan
penebangan adalah liar, dengan nilai mencapai 365 juta dolar AS.
Studi yang lebih baru membandingkan
penebangan sah dengan konsumsi domestik ditambah dengan ekspor
mengindikasikan bahwa 88% dari seluruh kegiatan penebangan adalah
merupakan penebangan liar. Malaysia merupakan tempat transit utama dari
produk kayu ilegal dari Indonesia.
Source : http://id.wikipedia.org
- Program Transmigrasi
Tujuan resmi program ini adalah untuk
mengurangi kemiskinan dan kepadatan penduduk di pulau Jawa [1],
memberikan kesempatan bagi orang yang mau bekerja, dan memenuhi
kebutuhan tenaga kerja untuk mengolah sumber daya di pulau-pulau lain
seperti Papua, Kalimantan, Sumatra, dan Sulawesi. Kritik mengatakan
bahwa pemerintah Indonesia berupaya memanfaatkan para transmigran untuk
menggantikan populasi lokal, dan untuk melemahkan gerakan separatis
lokal. Program ini beberapa kali menyebabkan persengketaan dan
percekcokan, termasuk juga bentrokan antara pendatang dan penduduk asli
setempat.
Seiring dengan perubahan lingkungan
strategis di Indonesia, transmigrasi dilaksanakan dengan paradigma baru
sebagai berikut: 1. Mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan 2.
Mendukung kebijakan energi alternatip (bio-fuel) 3. Mendukung pemerataan
investasi ke seluruh wilayah Indonesia 4. Mendukung ketahanan nasional
pulau terluar dan wilayah perbatasan 5. Menyumbang bagi penyelesaian
masalah pengangguran dan kemiskinan
Transmigrasi tidak lagi merupakan
program pemindahan penduduk, melainkan upaya untuk pengembangan wilayah.
Metodenya tidak lagi bersifat sentralistik dan top down dari Jakarta,
melainkan berdasarkan Kerjasama Antar Daerah pengirim transmigran dengan
daerah tujuan transmigrasi. Penduduk setempat semakin diberi kesempatan
besar untuk menjadi transmigran penduduk setempat (TPS), proporsinya
hingga mencapai 50:50 dengan transmigran Penduduk Asal (TPA).
Dasar hukum yang digunakan untuk
program ini adalah Undang-Undang Republik Indonesia]] Nomor 15 Tahun
1997 tentang Ketransmigrasian (sebelumnya UU Nomor 3 Tahun 1972)dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Transmigrasi (Sebelumnya PP Nomor 42 Tahun 1973),
ditambah beberapa Keppres dan Inpres pendukung
Source : http://id.wikipedia.org
- Kebakaran Hutan
Akibat dari itu semua memberi dampak
buruk pada kita sendiri dan orang lain yang mana kita tahu hutan dapat
menyerap polusi, erosi dan juga dapat mencegah terjadinya banjir, tetapi
tidak dapat memberikan kita kehidupan yang lebih mengarah ke tingkat
kesehatan yang lebih baik, sehingga banyak nya wabah penyakit yang
terjangkit disekitar kita, Hutan merupakan paru-paru dunia yang
fungsinya sangat banyak sekali manfaatnya bagi mahkluk hidup di dunia
ini, salah satu nya yang sangat tergantung oleh hutan yaitu kehidupan
fauna,hutan merupakan tempat tinggal, tempat mencari makan, berkembang
biak, berinteraksi satu dengan yang lainnya. Kalau setiap hari hutan
ditebang dan diberantas apa jadinya kehidupan fauna disekitar
kita,karena hidup mereka sangat tergantung dengan hutan.
Tidak hanya fauna yang hidupnya
tergantung pada hutan seluruh kehidupan yang ada didunia ini hidupnya
akan tergantung dengan hutan bagi manusia hutan sangat diperlukan untuk
berlangsungnya kehidupan, misalnya bagi yang hidup di daerah pelosok
–pelosok sana mereka hanya hidup tergantung dengan hutan, tempat mencari
makan, berladang, dan lain-lain.
Sebelum hutan habis ditebang, hutan biasa
menjadi sahabat bagi kita tetapi setelah hutan banyak ditebang
dimana-mana,hutan menjadi musuh terbesar bagi kita,m karena hutan akan
menjadi sebuah bencana yang tidak dapat kati duga kapan datang. Seperti
binatang yang hidup dihutan, mereka tidak punya tempat tinggal lagi
untuk bernaung, sekian banyak dari mereka banyak yang hampir punah, dan
kalau tempat tinggal mereka tidak ada lagi dimana mereka tinggal, dan
bencana itu sendiri akan datang atas amukan dari binatang buas yang
marah,ini akan menjadi masalah baru.
D. Usaha-usaha Pelestarian Lingkungan Hidup
Usaha-usaha pelestarian lingkungan hidup
merupakan tanggung jawab kita sebagai manusia. Dalam hal ini, usaha
pelestarian lingkungan hidup tidak hanya merupakan tanggung jawab
pemerintah saja, melainkan tanggung jawab bersama antara pemerintah
dengan masyarakat. Pada pelaksanaannya, Beberapa kebijakan yang telah
dikeluarkan pemerintah tersebut, antara lain meliputi hal-hal berikut
ini.
1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Surat Keputusan Menteri Perindustrian
Nomor 148/11/SK/4/1985 tentang Pengamanan Bahan Beracun dan Berbahaya
di Perusahaan Industri.
3. Peraturan Pemerintah (PP) Indonesia Nomor 29 Tahun 1986 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
4. Pembentukan Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup pada tahun 1991. Selain itu, usaha-usaha pelestarian
lingkungan hidup dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini.
5. Melakukan pengolahan tanah sesuai
kondisi dan kemampuan lahan, serta mengatur sistem irigasi atau drainase
sehingga aliran air tidak tergenang.
6. Memberikan perlakuan khusus kepada limbah, seperti diolah terlebih dahulu sebelum dibuang, agar tidak mencemari lingkungan.
7. Melakukan reboisasi pada lahan-lahan
yang kritis, tandus dan gundul, serta melakukan sistem tebang pilih atau
tebang tanam agar kelestarian hutan, sumber air kawasan pesisir/pantai,
dan fauna yang ada di dalamnya dapat terjaga.
8. Melakukan pengawasan dan evaluasi
terhadap perilaku para pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) agar tidak
mengeksploitasi hutan secara besar-besaran.
E. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Nasional
Setiap negara pasti memiliki tujuan dan
sasaran pembangunan, tidak terkecuali negara Indonesia. Tujuan dan
sasaran pembangunan ditetapkan sebagai arah dan prioritas yang diambil
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, sehingga alokasi dana dan
berbagai kebijakan dapat ditetapkan untuk mendukung tercapainya tujuan
pembangunan nasional. Tujuan dan sasaran pembangunan Indonesia adalah
membangun manusia Indonesia seutuhnya yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Tujuan dan sasaran pembangunan nasional
sebagaimana tercantum dan tersirat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah:
1. melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
2. memajukan kesejahteraan umum,
3. mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
F. Hakikat Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan dapat dikatakan berhasil jika
memenuhi beberapa kondisi, antara lain, dapat menyejahterakan kehidupan
masyarakat, memiliki fungsi dan peruntukan yang tepat, serta memiliki
dampak terhadap kerusakan lingkungan terendah. Tidak dapat dipungkiri
bahwa setiap pembangunan pasti menimbulkan dampak terhadap keseimbangan
lingkungan hidup. Namun, kita harus mampu meminimalisasi dampakdampak
negatif tersebut. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development)
adalah pembangunan yang dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pascapelaksanaan memerhatikan analisis mengenai dampak lingkungan hidup
(AMDAL). Hal ini dimaksudkan agar generasi mendatang dapat pula
menikmati kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai-mana yang kita
nikmati sekarang, sehingga kita tidak mewariskan kerusakan dan
pencemaran kepada generasi penerus kita. Dasar hukum pelaksanaan AMDAL
di Indonesia diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Lingkungan Hidup yang
berbunyi: “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak
lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah.”
Makna yang tersirat dari isi pasal tersebut adalah berikut ini;
1. Setiap kegiatan pembangunan pada
dasarnya berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
yang perlu diperkirakan pada perencanaan awal, sehingga sejak dini
dapat diambil langkah pencegahan, penanggulangan dampak negatif, serta
mengembangkan dampak positif dari kegiatan tersebut.
2. Analisis mengenai dampak lingkungan
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana
kegiatan yang mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup.
3. Pembangunan perlu dilakukan secara
bijaksana agar mutu kehidupan dapat dijaga secara berkesinambungan
sehingga keserasian hubungan antarberbagai kegiatan perlu dijaga.
Menjaga kemampuan lingkungan untuk
mendukung pembangunan merupakan usaha untuk mencapai pembangunan jangka
panjang yang mencakup jangka waktu antargenerasi yaitu pembangunan yang
terlanjutkan (sustainable development). Dengan mencakup jangka waktu
antargenerasi berarti setiap pembangunan yang dilaksanakan bukan untuk
generasi kita saja, melainkan juga untuk anak cucu kita. Agar
pembangunan dapat berkelanjutan, pembangunan haruslah berwawasan
lingkungan dengan menggunakan sumber daya secara bijaksana.
G. Ciri-ciri Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang akhir-akhir ini
dikembangkan oleh pemerintah Indonesia adalah pembangunan yang
berwawasan lingkungan, yaitu suatu bentuk pembangunan yang tetap
memerhatikan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya alam.
Pembangunan berwawasan lingkungan akan menghasilkan pembangunan yang
berkelanjutan dan seimbang. Pembangunan yang berwawasan lingkungan harus
memerhatikan dan melaksanakan konsep serta analisis SWOT (strenght,
weakness, opportunity, and threats atau kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman) sehingga mampu mengoptimalkan potensi dan peluang yang ada
serta dapat meminimalisasi kelemahan dan ancaman serta dampak yang
mungkin ditimbulkan.
Untuk dapat mendukung pelaksanaan
analisis SWOT, maka partisipasi segenap lapisan masyarakat sangat
diperlukan sehingga hasil-hasil pembangunan dapat dipertanggungjawabkan
dan dirasakan bersama. Berdasarkan uraian tersebut, secara ringkas
ciri-ciri pembangunan berwawasan lingkungan, antara lain:
1. Dilakukan dengan perencanaan yang
matang dengan mengetahui dan memahami kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang dimiliki dan yang mungkin timbul di belakang hari;
2. Memerhatikan daya dukung lingkungan sehingga dapat mendukung kesinambungan pembangunan;
3. Meminimalisasi dampak pencemaran dan kerusakan lingkungan; serta
4. Melibatkan partisipasi warga masyarakat, khususnya masyarakat yang berada di sekitar lokasi pembangunan.
SUMBER DAYA ALAM
Alam semesta beserta seluruh isinya ini
adalah karunia dari Tuhan. Semuanya disediakan oleh Tuhan untuk manusia.
Kita patut bersyukur negara kita adalah negara yang kaya akan sumber
daya alam. Banyak negara lain yang iri dengan kekayaan alam di negara
kita. Kekayaan alam di Indonesia banyak yang sudah dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Namun masih banyak pula yang belum
dimanfaatkan secara optimal. Bahkan beberapa diantaranya terancam rusak
dan habis. Kita perlu tahu sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk
kegiatan ekonomi di lingkungan sekitar kita serta bagaimana usaha
melestarikan sumber daya alam.
A. Jenis Sumber Daya Alam.
Sumber daya alam merupakan kekayaan alam
di suatu tempat yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Berbagai jenis tumbuhan, hewan dan barang tambang termasuk sumber daya
alam. Setiap daerah memiliki sumber daya alam. Sumber daya alam begitu
banyak jenisnya. Semuanya bermanfaat bagi manusia. Secara umum sumber
daya alam dibagi menjadi dua, yaitu sumber daya alam yang dapat
diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui:
1. Sumber Daya Alam yang Dapat Diperbarui
Sumber daya alam yang dapat diperbarui
yaitu sumber daya alam yang dapat dihasilkan kembali (dilestarikan)
setelah kita menggunakannya. Contohnya adalah berbagai jenis hewan dan
tumbuhan. Sumber daya alam yang selalu tersedia setiap saat di alam juga
termasuk sumber daya alam yang dapat diperbarui. Contohnya adalah air,
tanah, dan udara. Berikut ini adalah uraiannya:
a. Air
Air merupakan kebutuhan mutlak setiap
orang. Artinya jika tidak ada air manusia akan mati. Air dapat berupa
air sumur, air sungai, air danau dan air laut. Air dapat dimanfaatkan
untuk kebutuhan sehari-hari kita. Seperti minum, mandi dan mencuci.
Untuk kebutuhan ini diperlukan air yang bersih. Di kota-kota besar sulit
untuk mendapatan air bersih. Di sana air sudah banyak yang tercemar.
Bahkan untuk mendapatkan air bersih kita harus beli. Air dalam jumlah
yang banyak dapat dimanfaatkan untuk mengairi sawah, memelihara ikan,
pembangkit listrik, sebagai sarana transportasi dan olah raga.
b. Tanah
Tanah merupakan lapisan bumi yang paling
atas. Tanah yang subur dapat dimanfaatkan untuk menanam berbagai jenis
tumbuhan. Tanah liat dapat
dimanfaatkan untuk membuat berbagai perabot rumah tangga, batu bata dan berbagai macam kerajinan.
dimanfaatkan untuk membuat berbagai perabot rumah tangga, batu bata dan berbagai macam kerajinan.
c. Udara
Udara merupakan benda gas yang terdiri
dari berbagai zat seperti oksigen dan karbondioksida. Udara yang sehat
mengandung banyak oksigen. Udara yang sehat dibutuhkan manusia untuk
bernafas. Di kota-kota besar udaranya sudah banyak yang tercemar. Udara
juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan olah raga seperti terjun payung
dan gantole.
d. Tumbuhan
Tumbuhan atau tanaman dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1) Tanaman pertanian : Merupakan tanaman
hasil pertanian yang meliputi hasil sawah, tegal dan ladang. Contoh
:padi, sayursayuran, buah-buahan, gandum dan ubi.
2) Tanaman perkebunan : terdiri dari
tanaman perkebunan di dataran tinggi dan di dataran rendah. Contoh :
adalah cengkih, teh dan tembakau. Sedangkan contoh tanaman perkebunan di
dataran rendah adalah kelapa, karet, tebu, dan kelapa sawit.
Masing-masing tanaman perkebunan tersebut dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan manusia. Misalnya karet digunakan untuk membuat ban, tebu
untuk membuat gula dan kelapa sawit untuk membuat minyak goreng.
3) Tanaman hutan: Biasanya tidak
dipelihara manusia. banyak dimbil kayunya sebagai bahan bangunan dan
perabot rumah tangga. contoh : kayu jati, kayu kruing, kayu meranti, dan
rotan.
4) Tanaman air : Dimanfaatkan antara lain rumput laut dan alga. Rumput laut dimanfaatkan untuk membuat agar-agar. Sedangkan alga ada yang langsung dikonsumsi. Ada pula jenis alga tertentu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, kosmetik dan industri makanan.
4) Tanaman air : Dimanfaatkan antara lain rumput laut dan alga. Rumput laut dimanfaatkan untuk membuat agar-agar. Sedangkan alga ada yang langsung dikonsumsi. Ada pula jenis alga tertentu yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan, kosmetik dan industri makanan.
e. Hewan
1) Hewan liar
Hewan liar merupakan hewan yang hidup bebas di alam baik di perkampungan, hutan, sungai, ataupun di laut. Hewan liar tidak dipelihara manusia seperti kijang, gajah, harimau, dan buaya banyak diburu manusia untuk dimakan dagingnya, diambil kulitnya untuk dibuat pakaian atau diambil gadingnya untuk hiasan. Karena sering diburu sekarang hewanhewan tersebut menjadi langka. Padahal keberadaan hewan-hewan liar sangat penting untuk menjaga keseimbangan alam.
Hewan liar merupakan hewan yang hidup bebas di alam baik di perkampungan, hutan, sungai, ataupun di laut. Hewan liar tidak dipelihara manusia seperti kijang, gajah, harimau, dan buaya banyak diburu manusia untuk dimakan dagingnya, diambil kulitnya untuk dibuat pakaian atau diambil gadingnya untuk hiasan. Karena sering diburu sekarang hewanhewan tersebut menjadi langka. Padahal keberadaan hewan-hewan liar sangat penting untuk menjaga keseimbangan alam.
2) Hewan piaraan
Hewan piaraan merupakan hewan yang biasa dipelihara manusia untuk kesenangan atau hoby. Sebagai contoh adalah kucing, burung, hamster dan anjing. Anjing dipelihara selain untuk kesenangan juga untuk menjaga keamanan rumah ataupun mencari jejak.
Hewan piaraan merupakan hewan yang biasa dipelihara manusia untuk kesenangan atau hoby. Sebagai contoh adalah kucing, burung, hamster dan anjing. Anjing dipelihara selain untuk kesenangan juga untuk menjaga keamanan rumah ataupun mencari jejak.
3) Hewan ternak
Hewan ternak merupakan hewan yang sengaja dikembangbiakkan untuk kebutuhan konsumsi maupun industri. Contoh hewan ternak antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam dan itik. Hewan ternak dapat dimanfaatkan daging, telur, kulit, bulu dan susunya.
Hewan ternak merupakan hewan yang sengaja dikembangbiakkan untuk kebutuhan konsumsi maupun industri. Contoh hewan ternak antara lain sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam dan itik. Hewan ternak dapat dimanfaatkan daging, telur, kulit, bulu dan susunya.
2. Sumber Daya Alam yang Tidak Dapat Diperbarui
Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui yaitu sumber daya alam yang tidak dapat kita hasilkan kembali
setelah kita menggunakannya. Sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui ada yang dapat dihasilkan kembali namun membutuhkan waktu
yang sangat lama. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dapat
dibedakan menjadi tiga, yakni sebagai berikut:
a. Sumber daya alam mineral logam
Sumber daya alam yang termasuk mineral
logam antara lain emas, perak, platina, besi, timah, nikel, tembaga,
aluminium, dan mangaan. Untuk mengambil sumber daya alam ini dilakukan
dengan cara menambang. Oleh karena itu sumber daya alam ini juga disebut
barang tambang. Negara kita merupakan negara yang kaya akan barang
tambang tersebut. Berbagai barang tambang tersebut dimanfaatkan antara
lain untuk perhiasan, membuat kabel dan berbagai perabot rumah tangga.
b. Sumber daya alam mineral bukan logam (batu-batuan)
Selain kaya akan barang tambang,
Indonesia juga kaya akan batubatuan penunjang industri. Misalnya, pasir
kuarsa, batu kapur, marmer, kaolin, intan, mika, asbes, batu granit,
bentonit atau abu bumi, belerang, tras dan fosfat. Batu-batuan ini dapat
dimanfaatkan untuk bahan bangunan, perabot rumah tangga, kain, korek
api, batu baterai dan pupuk.
c. Sumber daya energi
Sumber daya energi merupakan sumber daya
alam yang dapat dimanfaatkan sebagai penghasil tenaga atau bahan bakar.
Sumber daya energi di Indonesia meliputi minyak bumi, gas alam, batu
bara, panas bumi dan tenaga surya. Indonesia merupakan negara pengekspor
sumber daya energi terutama minyak bumi dan gas alam. Untuk mendapatkan
minyak bumi, gas alam dan batu bara dilakukan pengeboran dan
pertambangan. Minyak bumi yang sudah diolah akan menghasilkan bensin
(premium), solar, minyak tanah (kerosin), avtur (bahan bakar pesawat
terbang), pelumas mesin atau oli, plastik, lilin dan aspal. Sedangkan
gas alam setelah diolah akan menghasilkan LNG (Liquefied Natural Gas/gas
alam cair) dan LPG (Liquefied Petroleum Gas/gas alam yang dimampatkan).
LNG sering digunakan sebagai bahan pembuat pupuk. Sedangkan LPG atau
elpiji sering digunakan sebagai bahan bakar kompor. Untuk batu bara
dapat dimanfaatkan pula sebagai bahan bakar baik rumah tangga maupun
untuk industri/pabrik.
B. Sumber Daya Alam untuk Kegiatan Ekonomi
Kondisi alam sangat berpengaruh pada
kegiatan ekonomi. Bentuk alam beserta sumber daya alam yang terdapat di
dalamnya bepengaruh terhadap mata pencaharian masyarakat. Misalnya desa
yang berupa dataran rendah yang tanahnya subur pada umumnya penduduknya
bermata pencarian sebagai petani. Mereka menanam padi dan tanaman pangan
lainnya. Penduduk yang tinggal di pegunungan biasanya berkebun tanaman
keras ataupun sayuran. Sedangkan penduduk yang tinggal di daerah pantai
maka kebanyakan bermata pencaharian sebagai nelayan. Kadangkala para
nelayan juga memiliki pekerjaan sampingan bercocok tanam di area
pertanian di dekat pantai.
Penduduk yang tinggal di wilayah yang
memiliki sumber bahan tambang, kebanyakan juga terlibat di proyek
penambangan. Seperti masyarakat di daerah Martapura yang terdapat sumber
bahan tambang emas. Banyak masyarakat di sana yang bekerja di
penambangan dan atau menjadi pendulang emas. Mendulang emas artinya
mencari emas dengan memilah-milahnya dari pasir dan air dengan alat
pendulang.
C. Usaha Pelestarian Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan karunia Tuhan
yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dalam memanfaatkan sumber
daya alam tersebut tidak boleh dengan seenaknya. Jika saat ini kita
dengan seenaknya menggunakan, maka suatu saat kita akan menemui masalah.
Manusia akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sumber daya
alam yang dapat diperbarui pun, jika pemanfaatannya dengan seenaknya,
lama kelamaan juga akan punah. Untuk itu usaha pelestarian sumber daya
alam harus senantiasa dilakukan. Cara pelestarian sumber daya alam
antara lain sebagai berikut:
1. Usaha Pelestarian Sumber Daya Air
Sumber daya air merupakan kebutuhan
mutlak setiap manusia. Setiap manusia membutuhkan air yang bersih. Air
yang bersih dan bebas polusi juga dibutuhkan oleh hewan dan tumbuhan.
Pelestarian sumber daya air dapat dilakukan antara lain dengan cara
tidak membuang sampah di sembarang tempat, menanam banyak pohon dan
hemat air.
2. Usaha Pelestarian Sumber Daya Tanah
Tanah yang subur bermanfaat bagi makhluk
hidup. Manusia makan berbagai jenis hewan. Hewan memakan tumbuhan.
Tumbuhan bisa tumbuh dengan baik pada tanah yang subur. Berarti secara
langsung maupun tidak semua makhluk membutuhkan tanah yang subur. Tanah
yang subur memiliki lapisan yang disebut humus. Humus terletak pada
lapisan tanah yang paling atas. Humus akan hilang bila terkikis oleh
air. Penanaman pohon-pohon dapat mencegah terkikisnya humus. Tanah juga
bisa menjadi tidak subur jika terkena polusi. Penyebab polusi tanah
adalah bahan-bahan beracun seperti sabun dan limbah pabrik.
3. Usaha Pelestarian Hutan
Keberadaan hutan sangat penting. Hutan
merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan. Hutan juga
merupakan penyeimbang alam dan paru-paru dunia. Saat ini jumlah hutan di
dunia semakin berkurang. Manusia terus mengambil sumber daya yang ada
dalam hutan. Bila hal ini dibiarkan terus maka hutan di dunai akan
habis. Apa yang akan terjadi bila hutan habis? Bumi akan semakin panas
dan tidak akan seimbang lagi. Manusia pun juga tidak bisa mendapatkan
kayu untuk kebutuhannya. Untuk itu menjaga hutan agar tetap lestari
harus dilakukan. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga
kelestarian hutan. Beberapa kawasan hutan ditetapkan sebagai kawasan
hutan lindung, cagar alam dan suaka margasatwa. Jika hutan sudah
ditetapkan menjadi hutan lindung, pohonnya tidak boleh ditebang. Cara
lain untuk melestarikan hutan adalah sebagai berikut:
a. Tebang pilih
Tebang pilih dilakukan dengan memilih
tanaman yang akan ditebang. Dipilih yang sudah tua. Penebangannya juga
harus diberi jarak. Tidak satu lokasi ditebang semua.
b. Tebang tanam
Tebang tanam artinya setelah dilakukan
penebangan pohon di hutan selalu diiringi dengan penanaman pohon baru.
Dengan demikian kelestarian hutan tetap terjaga.
c. Mencegah penebangan liar
Penebangan liar sering dikenal dengan
istilah illegal logging. Saat ini kasus penebangan liar semakin parah.
Hutan-hutan di negara kita semakin menyempit. Untuk itu pengawasan harus
dilakukan secara ketat. Pelaku penebangan liar juga harus dihukum
karena telah merugikan negara.
d. Melakukan penghijauan
Penghijauan atau reboisasi merupakan
upaya penanaman kembali hutan yang sudah gundul. Reboisasi sangat
penting untuk mencegah kerusakan hutan dan bencana banjir dan tanah
longsor.
4. Usaha Pelestarian Mineral Logam
Mineral logam banyak dimanfaatkan untuk
membuat perhiasan, kabel, kaleng, alat-alat otomotif, sepeda dan lain
sebagainya. Logam merupakan bahan yang sulit diuraikan tanah. Sehingga
barang-barang yang berasal dari logam jika dibuang dapat menjadi polusi
tanah dan air. Mineral logam juga merupakan bahan yang tidak dapat
diperbarui. Sehingga pelestarian logam dapat dilakukan dengan cara
mendaur ulang barang-barang bekas. Mendaur ulang barang bekas bisa
dengan meleburnya kembali. Atau membuat kreasi baru dari barang bekas
menjadi barang lain yang bermanfaat.
5. Usaha Pelestarian Sumber Daya Energi
Sumber daya energi merupakan sumber daya
yang menghasilkan tenaga. Sumber daya energi seperti minyak bumi, gas
alam dan batubara merupakan sumber daya penting bagi kita. Sumber daya
energi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan listrik.
Sumber daya energi termasuk sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui. Artinya suatu saat bisa habis. Pelestarian sumber daya
energi dapat dilakukan dengan cara berhemat. Usaha lain yang bisa
dilakukan adalah memanfaatkan sumber daya energi alternatif seperti
energi air, matahari dan nuklir.
6. Pelestarian Flora dan Fauna
Flora dan fauna adalah kekayaan alam yang
dapat diperbaharui dan sangat berguna bagi kehidupan manusia serta
makhluk hidup lainnya di bumi. Untuk melindungi binatang dan tanaman
yang dirasa perlu dilindungi dari kerusakan maupun kepunahan, dapat
dilakukan beberapa macam upaya manusia dengan Undang-Undang, yaitu
seperti :
1. Suaka Margasatwa :
Suatu perlindungan yang diberikan kepada hewan/binatang yang hampir
punah. Contoh : harimau,komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.
2. Cagar Alam : Suatu
tempat yang dilindungi baik dari segi tanaman maupun binatang yang hidup
di dalamnya . Contoh : cagar alam ujung kulon, cagar alam way kambas,
dsb.
3. Perlindungan Hutan :
Suatu perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga dari
kerusakan. Contoh : hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain
sebagainya.
4. Taman Nasional: Perlindungan
yang diberikan kepada suatu daerah yang luas yang meliputi sarana dan
prasarana pariwisata. Taman nasional lorentz, taman nasional komodo,
taman nasional gunung leuser.
5. Taman Laut :Suatu
laut yang dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya untuk
melindungi kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa,
taman wisata, dsb. Contoh : Taman laut bunaken, taman laut taka
bonerate, taman laut selat pantar, taman laut togean.
6.Kebun Binatang/Kebun Raya : Kebun
raya atau kebun binatang yaitu adalah suatu perlindungan lokasi yang
dijadikan sebagai tempat obyek penelitian atau objek wisata yang
memiliki koleksi flora dan atau fauna yang masih hidup.
Sudah saatnya kita semua menyadari akan
pentingnya menjaga ekosistem. Jika kekayaan alam diambil secara tidak
terkendali,bagaimana nasib anak cucu kita? Ayo kita jaga lingkungan kita!
AKSI MENYELAMATKAN BUMI DARI KEHANCURAN
Ancaman global warming (pemanasan global)
yang disebabkan oleh berbagai kerusakan, pencemaran, dan efek rumah
kaca yang dianggap sebagai era dimulainya kehancuran bumi dan akhir dari
sebuah kontinuitas / keberlangsungan hidup manusia di muka bumi ini
menjadi topik menarik yang terus digulirkan para ilmuwan dan tampaknya
menjadi ancaman yang sangat serius bagi masa depan anak cucu kita di
bumi ini pada masa yang akan datang, isu global warming hingar bingar
saat ini dibicarakan oleh para ilmuwan, pejabat negara, pengusaha sampai
masyarakat umum di berbagai belahan dunia.
Ancaman ini bukanlah sebuah ancaman
kosong yang digulirkan tanpa terlebih dahulu melalui suatu analisa
teoritis dan fakta-fakta pembuktian secara ilmiah yang mendalam dan
cermat. Pencairan es beberapa persen area di kutub, suhu bumi yang
semakin meningkat, tingkat gas rumah kaca yang tinggi, dan berbagai
fakta lainnya menjadi bukti kuat akan isu ini. beberapa ilmuwan malah
menduga dan berteori bahwa beberapa dari sekian banyaknya bencana alam
yang terjadi saat ini diakibatkan ancaman global warming ini dan tanda
telah dimulainya era kehancuran bumi, sebut saja angin topan dahsyat,
gempa bumi, dll adalah indikator-indikator kuat akan permasalahan ini.
Jika kita tidak bertindak dan peduli sekarang maka anak cucu kita
nantilah yang akan mengalami dampak langsung dari zaman kehancuran itu.
Berikut ini adalah beberapa tip yang
dikirimkan oleh Wahyuadi dari milis email ubb, sebagai salah satu usaha
kita untuk peduli pada nasib bumi di masa yang akan datang dan
menanggulangi ancaman global warming.
A I R
- Pemakaian air kita :
- Sikat gigi : dengan keran, 1 menit = 6 L
dengan gelas = ½ L
WC flush : single flush = 6 L
dual flush = 3 L
untuk buang air kecil, tekan flushing kecil
untuk buang air besar tekan flushing besar
Cuci mobil: dengan ember = 75 L
dengan selang = 300 L
cuci mobil/siram tanaman dengan selang selama 30 menit = 180 L
Mesin cuci : front loading = 100 L
top loading = 150 L
Cuci piring : keran (15 menit) = 90 L
baskom = 45 L
- Keran / WC bocor, per hari membuang air sia-sia 100 L
- Rata-rata pemakaian air di Indonesia, per orang per hari 144 L = 8
- galon, sedang di kota per orang per hari 250 L = 13 galon
- Pemakaian toilet shower lebih irit air daripada gayung.
LISTRIK
- Matikan alat listrik saat tidak digunakan. Jangan biarkan alat
listrik berada pada kondisi stand by, lepaskan kabel dari stop
kontak. Gunakan stop kontak dengan tombol on / off agar tidak perlu
repot mencabut/memasang kabel. Pada kondisi stand by, alat elektronik
masih menggunakan listrik sebesar 5 watt. Membiarkan TV, computer,
tape, DVD player pada kondisi stand by selama 8 jam/hari berarti :
- melakukan pemborosan listrik sebesar 160 watt/jam/hari
- memboroskan uang sejumlah Rp. 35.000,- / tahun
- memboroskan emisi 43 kg CO2 / tahun
- Hematlah listrik terutama pada pk. 17.00 ? 22.00 karena pada saat itu semua peralatan listrik pada umumnya dipakai.
- Pakailah lampu hemat energi jenis CFL yang ditandai dengan lpw (lower per watt). Semakin tinggi lpw nya, semakin effisien lampu tersebut. Pilih lampu CFL dengan lpw lebih besar untuk watt yang sama
A C
- Pemakaian AC
- Ruangan 10 / 14 m2, A C ½ PK, Daya : 400 / 600 watt
- Ruangan 14 / 18 m2 AC ¾ PK, Daya 600 / 900 watt
- Ruangan 16 / 24 m2, AC 1 PK, Daya 900 / 1.200 watt
- Ruangan 24 /36 m2, AC 1 ½ PK, Daya 1.200 / 1..900 watt
- Ruangan 36 / 48 m2, AC 2 PK, Daya 1.900 / 2.700 watt
- Pakai AC dalam ruangan tertutup agar energi tidak terbuang percuma.
H P
- Saat mengisi ulang baterai HP, hanya 5% energi listrik yang masuk ke HP, yang 95% terbuang percuma. Kurangi pemborosan listrik dengan segera mencabut charger jika baterai HP sudah penuh.
KERTAS
- Kurangi sampah dengan mengurangi penggunaan kertas untuk menyelamatkan hutan. Setiap hari sampah kertas di dunia berasal dari 27.000 batang kayu.
- Pada jaman elektronik ini, penghematan kertas dapat dilakukan dengan mengirim berita-berita maupun undangan lewat internet/email.
- Pakai kertas dengan 2 sisi (bolak-balik) .
- Kertas yang telah dipakai 2 sisi (bolak-balik) dan sudah tak terpakai lagi, kumpulkan dan berikan pada pemulung untuk dijual sebagai bahan kertas daur ulang.
- Pakai lagi amplop dengan membaliknya, hal itu tak akan mengurangi rasa hormat anda pada penerima surat anda.
- Pilih isi ulang pulsa dengan yang elektrik bukan gesek untuk menghemat penggunaan kertas.
BBM / GAS EMISI
- Pilihlah produk dalam negeri.. Produk yang diimpor akan menghabiskan emisi CO2 untuk pengangkutannya.
- Mengemudilah dengan benar (eco driving) agar hemat bahan bakar dan mengurangi emisi CO2. Caranya :
- tidak mengemudi dengan agresif
- pindah ke transmisi yang lebih tinggi secepat mungkin dan jangan terlalu cepat saat pindah ke gigi yang lebih rendah.
- Buat janji untuk pergi bersama dengan keluarga atau teman untuk menghemat BBM, jangan pergi sendiri-sendiri jika arah tujuan sama atau sejalan, kecuali yang bukan muhrimnya jangan melakukan perjalanan bersama-sama.
- Bepergian dengan kendaraan umum sangat menghemat BBM karena dapat membawa banyak penumpang (bis, kereta api) dibandingkan dengan mobil pribadi.
- Berjalan kaki atau bersepeda dapat menyelamatkan bumi, disamping itu sangat baik untuk kesehatan.
UNTUK APA MENANAM POHON ?
– Pabrik oksigen bagi mahluk hidup
– Penyerap polusi udara
– Penyerap gas CO2 sehingga mengurangi pemanasan global
– Akarnya berfungsi menyerap air hujan sehingga membantu kita terhindar dari banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau
– Pepohonan yang rindang dapat berfungsi sebagai AC alami karena dapat menurunkan suhu udara di sekitarnya
– Memanfaatkan lahan tidur
– Penyerap polusi udara
– Penyerap gas CO2 sehingga mengurangi pemanasan global
– Akarnya berfungsi menyerap air hujan sehingga membantu kita terhindar dari banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau
– Pepohonan yang rindang dapat berfungsi sebagai AC alami karena dapat menurunkan suhu udara di sekitarnya
– Memanfaatkan lahan tidur
GAS RUMAH KACA
Adalah gas dari atmosfer yang berfungsi
SEPERTI panel kaca yang ada di rumah kaca. Tugasnya, menangkap energi
panas matahari supaya tidak terlepas kembali ke atmosfir. Yang termasuk
kategori gas rumah kaca adalah CO2 (carbon dioksida), NO2 (dinitro
oksida) dan CH4 (metana). Tanpa kehadiran gas-gas ini, panas akan
menguap ke angkasa kembali dan temperatur rata-rata bumi menjadi 63o F
(33o C) lebih dingin.
EFEK RUMAH KACA BUKAN
karena gedung/rumah berkaca. CO2 dihasilkan karena pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi dan batu bara). Pemakaian pupuk kimia juga
berpotensi menghasilkan gas metana (CH4).
PEMBOROSAN PENYEBAB GLOBAL WARMING.
– boros tissue = pohon habis untuk bahan baku = penyebab global warming
– pakai pendingin elektronik berlebihan = boros BBM = penyebab global warming
– boros plastik = boros minyak bumi (bahan bakar plastik) = penyebab global warming
– boros lampu = boros energi = penyebab global warming
– barang impor = butuh BBM banyak untuk mengangkut = penyebab global warming
– boros menggunakan AC = boros energi = penyebab global warming
– pakai pendingin elektronik berlebihan = boros BBM = penyebab global warming
– boros plastik = boros minyak bumi (bahan bakar plastik) = penyebab global warming
– boros lampu = boros energi = penyebab global warming
– barang impor = butuh BBM banyak untuk mengangkut = penyebab global warming
– boros menggunakan AC = boros energi = penyebab global warming
” TANGKAP” AIR HUJAN dengan cara :
– Buat sumur resapan atau sumur biopori
– Buat bak penampung air hujan
– Tanam pohon
Tampung air hujan dan gunakan untuk menyiram tanaman, menyikat kamar mandi,mengepel, dll
MEMBUAT SUMUR BIOPORI
1. gali lubang bentuk silinder, diameter 10 ? 30 cm, kedalaman 80 ? 100 cm (boleh kurang jika muka air tanah dangkal)
2. jarak antara lubang yang satu dengan yang lain 50 ? 100 cm
3. isi lubang dengan sampah organik
(sampah dapur, daun, rumput). Tambah terus sampah organik jika isi
lubang berkurang akibat pembusukan
4. perkuat mulut lubang dengan memasukkan paralon (10 cm) dan pinggir mulut lubang disemen agar tidak longsor
5. tutup dengan “loster” atau tutup saluran WC agar tidak membahayakan anak-anak
Sumur biopori, cara mudah untuk :
Mengatasi banjir karena meningkatkan daya
resapan air, Mengatasi sampah karena dapat mengubah sampah organik
menjadi kompos, Mengurangi emisi dari kegiatan mengkompos sampah
organik, Menyuburkan tanah, Mengatasi masalah timbulnya genangan air
penyebab demam berdarah dan malaria
Mengapa Ekosistem Hutan Mangrove (Hutan Bakau) harus diselamatkan dari Kerusakan Lingkungan
Rusminarto et al. (1984) dalam
pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang menjumpai 9
jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk
Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin
meningkat populasinya seiring dengan makin terbukanya pertambakan dalam
areal mangrove. Ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan
malaria dengan makin terbukanya areal-areal pertambakan perikanan.
Kajian lain yang berkaitan dengan polutan, dilaporkan oleh Gunawan dan
Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan
pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan
hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih
bermangrove (silvofishery). Saat ini sedang diteliti, di mana kandungan
merkuri diserap (pohon mangrove, biota dasar perairan, atau pun ikan).
- Mangrove dan Tsunami
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak
diketahui, baik sebagai tempat pemijahan ikan di perairan, pelindung
daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung daratan dari tiupan angin,
penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam berat yang
berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai
habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Musibah
gempa dan ombak besar tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD) dan Pulau Nias akhir tahun 2004 yang lalu telah mengingatkan
kembali betapa pentingnya mangrove dan hutan pantai bagi perlindungan
pantai. Berdasar karakteristik wilayahnya, pantai di sekitar kota Padang
ternyata merupakan alur yang sama sebagai alur rawan gempa tsunami dan
Dilaporkan bahwa pada wilayah yang memiliki mangrove dan hutan pantai
yang relatif baik, cenderung kurang terkena dampak gelombang tsunami
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketebalan mangrove selebar
200 m dengan kerapatan 30 pohon/100 m dengan diameter batang 15 cm dapat
meredam sekitar 50% energi gelombang tsunami (Harada dan Fumihiko, 2003
dalam Diposaptono, 2005). Gelombang laut setinggi 1,09 m di Teluk
Grajagan, Banyuwangi dengan energi gelombang sebesar 1.493,33 Joule
tereduksi gelombangnya oleh hutan mangrove menjadi 0,73 m (Pratikno et
al., 2002). Hasil penelitian Istiyanto et al. (2003) yang merupakan
pengujian model di laboratorium antara lain menyimpulkan bahwa rumpun
bakau (Rhizophora spp.) memantulkan, meneruskan, dan menyerap energi
gelombang tsunami yang diwujudkan dalam perubahan tinggi gelombang
tsunami melalui rumpun tersebut. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa
keberadaan mangrove di sepanjang pantai dapat memperkecil efek gelombang
tsunami yang menerjang pantai. Mazda dan Wolanski (1997) serta Mazda
dan Magi (1997) menambahkan bahwa vegetasi mangrove, terutama
perakarannya dapat meredam energi gelombang dengan cara menurunkan
tinggi gelombang saat melalui mangrove.
B. Mangrove dan Sedimentasi
Hutan mangrove mampu mengikat sedimen
yang terlarut dari sungai dan memperkecil erosi atau abrasi pantai.
Erosi di pantai Marunda, Jakarta yang tidak bermangrove selama dua bulan
mencapai 2 m, sementara yang berbakau hanya 1 m (Sediadi, 1991). Dalam
kaitannya dengan kecepatan pengendapan tanah di hutan mangrove, Anwar
(1998) dengan mengambil lokasi penelitian di Suwung Bali dan Gili Sulat
Lombok, menginformasikan laju akumulasi tanah adalah 20,6 kg/m/th atau
setara dengan 14,7 mm/th (dominasi Sonneratia alba); 9,0 kg/m/th atau
6,4 mm/th (dominasi Rhizophora apiculata); 6,0 kg/m /th atau 4,3 mm/th
(bekas tambak); dan 8,5 kg/m/th atau 6,0 mm/th (mangrove campuran).
Dengan demikian, rata-rata akumulasi tanah pada mangrove Suwung 12,6
kg/m/th atau 9 mm/th, sedang mangrove Gili Sulat 8,5 kg/m/th atau 6,0
mm/th. Data lain menunjukkan adanya kecenderungan terjadinya pengendapan
tanah setebal antara 6 sampai 15 mm/ha/th atas kehadiran mangrove.
Informasi semacam ini sangat diperlukan guna mengantisipasi permasalahan
sosial atas lahan timbul di kemudian hari
C. Mangrove dan Siklus Hara
C. Mangrove dan Siklus Hara
Penelitian tentang gugur daun telah cukup
banyak dilakukan. Hasil pengamatan produksi serasah di Talidendang
Besar, Sumatera Timur oleh Kusmana et al. (1995) menunjukkan bahwa jenis
Bruguierra parviflora sebesar 1.267 g/m/th, B. sexangula 1.269 g/m/th,
dan 1.096 g/m/th untuk komunitas, B. sexangula-Nypa fruticans.
Pengamatan Khairijon (1999) di hutan mangrove Pangkalan Batang,
Bengkalis, Riau, menghasilkan 5,87 g/0,25m/minggu daun dan ranting R.
mucronata atau setara dengan 1.221 g/m/th dan 2,30 g/0,25m/minggu daun
dan ranting Avicennia marina atau setara dengan 478,4 g/m/th, dan
cenderung membesar ke arah garis pantai.
Hasil pengamatan Halidah (2000) di
Sinjai, Sulawesi Selatan menginformasi-kan adanya perbedaan produksi
serasah berdasar usia tanamannya. R. mucronata 8 tahun (12,75
ton/ha/th), kemudian 10 tahun (11,68 ton/ha/th), dan 9 tahun (10,09
ton/ha/th), dengan laju pelapukan 74 %/60 hr (tegakan 8 th); 96%/60 hr
(tegakan 9 th), dan 96,5%/60 hr (tegakan 10 th). Hasil pengamatan di
luar pun memperoleh data produksi berkisar antara 5-17 ton daun
kering/ha/th (Bunt, 1978; Sasekumar dan Loi, 1983; Boonruang, 1984; dan
Leach dan Burkin, 1985). Sukardjo (1995) menambahkan hasil pengamatan
guguran serasahnya sebesar 13,08 ton/ha/th, yang setara dengan
penyumbangan 2 kg P/ha/th dan 148 kg N/ha/th. Nilai ini sangat berarti
bagi sumbangan unsur hara bagi flora dan fauna yang hidup di derah
tersebut maupun kaitannya dengan perputaran hara dalam ekosistem
mangrove.
D. Mangrove dan Produktivitas Perikanan
Kebijakan pemerintah dalam menggalakkan
komoditi ekspor udang, telah turut andil dalam merubah sistem
pertambakan yang ada dalam wilayah kawasan hutan. Empang parit yang
semula digarap oleh penggarap tambak petani setempat, berangsur beralih
“kepemilikannya” ke pemilik modal, serta merubah menjadi tambak intensif
yang tidak berhutan lagi (Bratamihardja, 1991). Ketentuan jalur hijau
dengan lebar 130 x nilai rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan
terendah tahunan (Keppres No. 32/1990) berangsur terabaikan. Padahal,
hasil penelitian Martosubroto dan Naamin (1979) dalam Dit. Bina Pesisir
(2004) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara luasan kawasan
mangrove dengan produksi perikanan budidaya. Semakin meningkatnya
luasan kawasan mangrove maka produksi perikanan pun turut meningkat
dengan membentuk persamaan :
Y = 0,06 + 0,15 X Y merupakan produksi tangkapan dalam ton/th,
Y = 0,06 + 0,15 X Y merupakan produksi tangkapan dalam ton/th,
sedangkan X merupakan luasan mangrove dalam ha.
Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan ekonomi menunjukkan bahwa pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977). Pengurangan hutan mangrove terutama di areal green belt sudah barang tentu akan menurunkan produktivitas perikanan tangkapan.
Hasil penelitian lain yang berkaitan dengan ekonomi menunjukkan bahwa pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977). Pengurangan hutan mangrove terutama di areal green belt sudah barang tentu akan menurunkan produktivitas perikanan tangkapan.
E. Mangrove dan Intrusi Air Laut
Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut ke arah daratan. Hasil penelitian Sukresno dan Anwar (1999) terhadap air sumur pada berbagai jarak dari pantai menggambarkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km untuk wilayah Pemalang dan Jepara dengan kondisi mangrove-nya yang relatif baik, masih tergolong baik, sementara pada wilayah Semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah sudah terintrusi pada jarak 1 km.
Mangrove juga mampu dalam menekan laju intrusi air laut ke arah daratan. Hasil penelitian Sukresno dan Anwar (1999) terhadap air sumur pada berbagai jarak dari pantai menggambarkan bahwa kondisi air pada jarak 1 km untuk wilayah Pemalang dan Jepara dengan kondisi mangrove-nya yang relatif baik, masih tergolong baik, sementara pada wilayah Semarang dan Pekalongan, Jawa Tengah sudah terintrusi pada jarak 1 km.
F. Mangrove dan Kesehatan
Rusminarto et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat populasinya seiring dengan makin terbukanya pertambakan dalam areal mangrove. Ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan malaria dengan makin terbukanya areal-areal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan polutan, dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery). Saat ini sedang diteliti, di mana kandungan merkuri diserap (pohon mangrove, biota dasar perairan, atau pun ikan).
Rusminarto et al. (1984) dalam pengamatannya di areal hutan mangrove di Tanjung Karawang menjumpai 9 jenis nyamuk yang berada di areal tersebut. Dilaporkan bahwa nyamuk Anopheles sp., nyamuk jenis vektor penyakit malaria, ternyata makin meningkat populasinya seiring dengan makin terbukanya pertambakan dalam areal mangrove. Ini mengindikasikan kemungkinan meningkatnya penularan malaria dengan makin terbukanya areal-areal pertambakan perikanan. Kajian lain yang berkaitan dengan polutan, dilaporkan oleh Gunawan dan Anwar (2005) yang menemukan bahwa tambak tanpa mangrove mengandung bahan pencemar berbahaya merkuri (Hg) 16 kali lebih tinggi dari perairan hutan mangrove alami dan 14 kali lebih tinggi dari tambak yang masih bermangrove (silvofishery). Saat ini sedang diteliti, di mana kandungan merkuri diserap (pohon mangrove, biota dasar perairan, atau pun ikan).
G. Mangrove dan Keanekaragaman Hayati
Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 996). Gunawan (1995) menemukan 12 jenis satwa melata dan amphibia, 3 jenis mamalia, dan 53 jenis burung di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage di Sulawesi Utara. Hasil survey Tim ADB dan Pemerintah Indonesia (1992) menemukan 42 jenis burung yang berasosiasi dengan hutan mangrove di Sulawesi. Di Pulau Jawa tercatat 167 jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran (Nirarita et al., 1996). Kalong (Pteropus vampyrus), monyet (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristatus), bekantan (Nasalis larvatus), kucing bakau (Felis viverrina), luwak (Paradoxurus hermaphroditus), dan garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987). Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau antara lain biawak (Varanus salvator), ular belang (Boiga dendrophila), ular sanca (Phyton reticulatus), dan jenis-jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996).
Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti pecuk ular (Anhinga anhinga melanogaster), bintayung (Freagata andrew-si), kuntul perak kecil (Egretta garzetta), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam (Ciconia episcopus), burung duit (Vanellus indicus), trinil tutul (Tringa guitifer), blekek asia (Limnodromus semipalmatus), gegajahan besar (Numenius arquata), dan trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992). Jenis-jenis burung Egretta eulophotes, kuntul perak (E. intermedia), kuntul putih besar (E. alba), bluwok (Ibis cinereus), dan cangak laut (Ardea sumatrana) juga mencari makan di dekat hutan mangrove (Whitten et al., 1988).
Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa liar. Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung (Nirarita et al., 996). Gunawan (1995) menemukan 12 jenis satwa melata dan amphibia, 3 jenis mamalia, dan 53 jenis burung di hutan mangrove Arakan Wawontulap dan Pulau Mantehage di Sulawesi Utara. Hasil survey Tim ADB dan Pemerintah Indonesia (1992) menemukan 42 jenis burung yang berasosiasi dengan hutan mangrove di Sulawesi. Di Pulau Jawa tercatat 167 jenis burung dijumpai di hutan mangrove, baik yang menetap maupun migran (Nirarita et al., 1996). Kalong (Pteropus vampyrus), monyet (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristatus), bekantan (Nasalis larvatus), kucing bakau (Felis viverrina), luwak (Paradoxurus hermaphroditus), dan garangan (Herpetes javanicus) juga menyukai hutan mangrove sebagai habitatnya (Nontji, 1987). Beberapa jenis reptilia yang hidup di hutan bakau antara lain biawak (Varanus salvator), ular belang (Boiga dendrophila), ular sanca (Phyton reticulatus), dan jenis-jenis ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata, dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. limnocharis (Nirarita et al., 1996).
Hutan mangrove juga sebagai habitat beberapa jenis burung yang dilindungi seperti pecuk ular (Anhinga anhinga melanogaster), bintayung (Freagata andrew-si), kuntul perak kecil (Egretta garzetta), kowak merah (Nycticorax caledonicus), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), ibis hitam (Plegadis falcinellus), bangau hitam (Ciconia episcopus), burung duit (Vanellus indicus), trinil tutul (Tringa guitifer), blekek asia (Limnodromus semipalmatus), gegajahan besar (Numenius arquata), dan trulek lidi (Himantopus himantopus) (Sutedja dan Indrabrata, 1992). Jenis-jenis burung Egretta eulophotes, kuntul perak (E. intermedia), kuntul putih besar (E. alba), bluwok (Ibis cinereus), dan cangak laut (Ardea sumatrana) juga mencari makan di dekat hutan mangrove (Whitten et al., 1988).
PERANAN SOSIAL EKONOMIS MANGROVE
Contoh pemanfaatan mangrove, baik langsung maupun tidak langsung antara lain:
A. Arang dan Kayu Bakar
Arang mangrove memiliki kualitas yang baik setelah arang kayu oak dari Jepang dan arang onshyu dari Cina. Pengusahaan arang mangrove di Indonesia sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu, antara lain di Aceh, Riau, dan Kalimantan Barat. Pada tahun 1998 produksi arang mangrove sekitar 330.000 ton yang sebagian besar diekspor dengan negara tujuan Jepang dan Taiwan melalui Singapura. Harga ekspor arang mangrove sekitar US$ 1.000/10 ton, sedangkan harga lokal antara Rp 400,- – Rp 700,-/kg. Jumlah ekspor arang mangrove tahun 1993 mencapai 83.000.000 kg dengan nilai US$ 13.000.000 (Inoue et al., 1999). Jenis Rhizophoraceae seperti R. apiculata, R. Mucronata, dan B. gym-norrhiza merupakan kayu bakar berkualitas baik karena menghasilkan panas yang tinggi dan awet. Harga jual kayu bakar di pasar desa Rp 13.000,-/m yang cukup untuk memasak selama sebulan sekeluarga dengan tiga orang anak. Kayu bakar mangrove sangat efisien, dengan diameter 8 cm dan panjang 50 cm cukup untuk sekali memasak untuk 5 orang. Kayu bakar menjadi sangat penting bagi masyarakat terutama dari golongan miskin ketika harga bahan bakar minyak melambung tinggi (Inoue et al., 1999).
Contoh pemanfaatan mangrove, baik langsung maupun tidak langsung antara lain:
A. Arang dan Kayu Bakar
Arang mangrove memiliki kualitas yang baik setelah arang kayu oak dari Jepang dan arang onshyu dari Cina. Pengusahaan arang mangrove di Indonesia sudah dilakukan sejak ratusan tahun lalu, antara lain di Aceh, Riau, dan Kalimantan Barat. Pada tahun 1998 produksi arang mangrove sekitar 330.000 ton yang sebagian besar diekspor dengan negara tujuan Jepang dan Taiwan melalui Singapura. Harga ekspor arang mangrove sekitar US$ 1.000/10 ton, sedangkan harga lokal antara Rp 400,- – Rp 700,-/kg. Jumlah ekspor arang mangrove tahun 1993 mencapai 83.000.000 kg dengan nilai US$ 13.000.000 (Inoue et al., 1999). Jenis Rhizophoraceae seperti R. apiculata, R. Mucronata, dan B. gym-norrhiza merupakan kayu bakar berkualitas baik karena menghasilkan panas yang tinggi dan awet. Harga jual kayu bakar di pasar desa Rp 13.000,-/m yang cukup untuk memasak selama sebulan sekeluarga dengan tiga orang anak. Kayu bakar mangrove sangat efisien, dengan diameter 8 cm dan panjang 50 cm cukup untuk sekali memasak untuk 5 orang. Kayu bakar menjadi sangat penting bagi masyarakat terutama dari golongan miskin ketika harga bahan bakar minyak melambung tinggi (Inoue et al., 1999).
B. Bahan Bangunan
Kayu mangrove seperti R. apiculata, R. Mucronata, dan B. gymnorrhiza sangat cocok digunakan untuk tiang atau kaso dalam konstruksi rumah karena batangnya lurus dan dapat bertahan sampai 50 tahun. Pada tahun 1990-an dengan diameter 10-13 cm, panjang 4,9-5,5 m dan 6,1 m, satu tiang mencapai harga Rp 7.000,- sampai Rp 9.000,-. Kayu ini diperoleh dari hasil penjarangan (Inoue et al., 1999).
Kayu mangrove seperti R. apiculata, R. Mucronata, dan B. gymnorrhiza sangat cocok digunakan untuk tiang atau kaso dalam konstruksi rumah karena batangnya lurus dan dapat bertahan sampai 50 tahun. Pada tahun 1990-an dengan diameter 10-13 cm, panjang 4,9-5,5 m dan 6,1 m, satu tiang mencapai harga Rp 7.000,- sampai Rp 9.000,-. Kayu ini diperoleh dari hasil penjarangan (Inoue et al., 1999).
C. Bahan Baku Chip
Jenis Rhizophoraceae sangat cocok untuk bahan baku chip. Pada tahun 1998 jumlah produksi chip mangrove kurang lebih 250.000 ton yang sebagian besar diekspor ke Korea dan Jepang. Areal produksinya tersebar di Riau, Aceh, Lampung, Kalimantan, dan Papua. Harga chip di pasar internasional kurang lebih US$ 40/ton (Inoue et al., 1999).
Jenis Rhizophoraceae sangat cocok untuk bahan baku chip. Pada tahun 1998 jumlah produksi chip mangrove kurang lebih 250.000 ton yang sebagian besar diekspor ke Korea dan Jepang. Areal produksinya tersebar di Riau, Aceh, Lampung, Kalimantan, dan Papua. Harga chip di pasar internasional kurang lebih US$ 40/ton (Inoue et al., 1999).
D. Tanin
Tanin merupakan ekstrak kulit dari jenis-jenis R. apiculata, R. Mucronata, dan Xylocarpus granatum digunakan untuk menyamak kulit pada industri sepatu, tas, dan lain-lain. Tanin juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan lem untuk kayu lapis. Di Jepang tanin mangrove digunakan sebagai bahan pencelup dengan harga 2-10 ribu yen (Inoue et al., 1999).
Tanin merupakan ekstrak kulit dari jenis-jenis R. apiculata, R. Mucronata, dan Xylocarpus granatum digunakan untuk menyamak kulit pada industri sepatu, tas, dan lain-lain. Tanin juga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan lem untuk kayu lapis. Di Jepang tanin mangrove digunakan sebagai bahan pencelup dengan harga 2-10 ribu yen (Inoue et al., 1999).
E. Nipah
Nipah (Nypa fruticans) memiliki arti ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat sekitar hutan mangrove. Daun nipah dianyam menjadi atap rumah yang dapat bertahan sampai 5 tahun (Inoue et al., 1999). Pembuatan atap nipah memberikan sumbangan ekonomi yang cukup penting bagi rumah tangga nelayan dan merupakan pekerjaan ibu rumah tangga dan anak-anaknya di waktu senggang. Menurut hasil penelitian Gunawan (2000) hutan mangrove di Luwu Timur menopang kehidupan 1.475 keluarga perajin atap nipah dengan hasil 460 ton pada tahun 1999.
Nipah (Nypa fruticans) memiliki arti ekonomi yang sangat penting bagi masyarakat sekitar hutan mangrove. Daun nipah dianyam menjadi atap rumah yang dapat bertahan sampai 5 tahun (Inoue et al., 1999). Pembuatan atap nipah memberikan sumbangan ekonomi yang cukup penting bagi rumah tangga nelayan dan merupakan pekerjaan ibu rumah tangga dan anak-anaknya di waktu senggang. Menurut hasil penelitian Gunawan (2000) hutan mangrove di Luwu Timur menopang kehidupan 1.475 keluarga perajin atap nipah dengan hasil 460 ton pada tahun 1999.
F. Obat-obatan
Beberapa jenis mangrove dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air rebusan R. apiculata dapat digunakan sebagai astrigent. Kulit R. mucronata dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan. Air rebusan Ceriops tagal dapat digunakan sebagai antiseptik luka, sedangkan air rebusan Acanthus illicifolius dapat digunakan untuk obat diabetes (Inoue et al., 1999).
Beberapa jenis mangrove dapat digunakan sebagai obat tradisional. Air rebusan R. apiculata dapat digunakan sebagai astrigent. Kulit R. mucronata dapat digunakan untuk menghentikan pendarahan. Air rebusan Ceriops tagal dapat digunakan sebagai antiseptik luka, sedangkan air rebusan Acanthus illicifolius dapat digunakan untuk obat diabetes (Inoue et al., 1999).
G. Perikanan dan Rehabilitasi Mangrove
Sudah diulas di depan bahwa pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977). Dari sini tampak bahwa keberadaan hutan mangrove sangat penting bagi produktivitas perikanan pada perairan bebas. Dalam mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan, hutan mangrove dapat dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang dikaitkan dengan program rehabilitasi pantai dan pesisisr. Kegiatan silvofishery berupa empang parit pada kawasan hutan mangrove, terutama di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun 1978. Empang parit ini pada dasarnya adalah semacam tumpangsari pada hutan jati, di mana ikan dan udang sebagai pengganti tanaman polowijo, dengan jangka waktu 3-5 tahun masa kontrak (Wirjodarmodjo dan Hamzah, 1984).
Semula, empang parit ini hanya berupa parit selebar 4 m yang disisihkan dari tepi areal kegiatan reboisasi hutan mangrove, sehingga keluasannya mencapai 10-15% dari total area garapan. Jarak tanam 3 m x 2 m, dengan harapan 4-5 tahun pada akhir kontrak, tajuk tanaman sudah saling menutup (Wirdarmodjo dan Hamzah, 1984; Perum Perhutani Jawa Barat, 1984). Sejak tahun 1990 dibuat sistem pola terpisah (komplangan) dengan 20 % areal untuk budidaya ikan dan 80% areal untuk hutan dengan pasang surut bebas.
Dari sistem silvofishery semacam ini dengan pemeliharaan bandeng dan udang liar dapat dihasilkan keuntungan sebesar Rp 5.122.000,-/ha/tahun untuk 2 kali panen setiap tahun (Perum Perhutani, 1995). Dalam membandingkan pola silvofishery di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pola komplangan menunjukkan perbandingan relatif lebih baik daripada pola empang parit, baik dalam hal produktivitas perairan maupun pertumbuhan mutlak, kelangsungan hidup maupun biomassa bandeng yang dipelihara pada masing-masing pola (Sumedi dan Mulyadhi, 1996). Selisih pertumbuhan mutlaknya hanya 9,6 g sedangkan biomassanya 7,1 kg/m3
Hasil ini berbeda dengan penelitian Poedjirahajoe (2000) yang mengemukakan bahwa justru pola empang parit menghasilkan bandeng pada usia 3 bulan dengan berat rata-rata 1 kg lebih berat dibandingkan dengan pola komplangan. Namun demikian, kedua sistem ini turut membantu dalam meningkatkan income petani petambak. Masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan mangrove dengan sistem ini cukup besar. Data dari KPH Purwakarta menunjukkan bahwa dari luas areal mangrove seluas 14.535 ha dapat melibatkan sebanyak 4.342 KK dalam kegiatan silvofoshery (Perhutani Purwakarta, 2005). Data dari Badan Litbang Pertanian (1986) dalam Anwar (2005) menggambarkan bahwa kontribusi dari usaha budidaya tambak dengan luas total 208.000 ha dapat menghasilkan 129.279 ton ikan dan udang yang apabila ditaksir, nilainya melebihi dari Rp 138 milyar. Kegiatan ini pun dilaporkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 117.034 KK yang sudah barang tentu dapat memberikan penghasilan yang lebih baik bagi petani kecil.
Sudah diulas di depan bahwa pembuatan 1 ha tambak ikan pada hutan mangrove alam akan menghasilkan ikan/udang sebayak 287 kg/tahun, namun dengan hilangnya setiap 1 ha hutan mangrove akan mengakibatkan kerugian 480 kg ikan dan udang di lepas pantai per tahunnya (Turner, 1977). Dari sini tampak bahwa keberadaan hutan mangrove sangat penting bagi produktivitas perikanan pada perairan bebas. Dalam mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan, hutan mangrove dapat dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang dikaitkan dengan program rehabilitasi pantai dan pesisisr. Kegiatan silvofishery berupa empang parit pada kawasan hutan mangrove, terutama di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun 1978. Empang parit ini pada dasarnya adalah semacam tumpangsari pada hutan jati, di mana ikan dan udang sebagai pengganti tanaman polowijo, dengan jangka waktu 3-5 tahun masa kontrak (Wirjodarmodjo dan Hamzah, 1984).
Semula, empang parit ini hanya berupa parit selebar 4 m yang disisihkan dari tepi areal kegiatan reboisasi hutan mangrove, sehingga keluasannya mencapai 10-15% dari total area garapan. Jarak tanam 3 m x 2 m, dengan harapan 4-5 tahun pada akhir kontrak, tajuk tanaman sudah saling menutup (Wirdarmodjo dan Hamzah, 1984; Perum Perhutani Jawa Barat, 1984). Sejak tahun 1990 dibuat sistem pola terpisah (komplangan) dengan 20 % areal untuk budidaya ikan dan 80% areal untuk hutan dengan pasang surut bebas.
Dari sistem silvofishery semacam ini dengan pemeliharaan bandeng dan udang liar dapat dihasilkan keuntungan sebesar Rp 5.122.000,-/ha/tahun untuk 2 kali panen setiap tahun (Perum Perhutani, 1995). Dalam membandingkan pola silvofishery di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, pola komplangan menunjukkan perbandingan relatif lebih baik daripada pola empang parit, baik dalam hal produktivitas perairan maupun pertumbuhan mutlak, kelangsungan hidup maupun biomassa bandeng yang dipelihara pada masing-masing pola (Sumedi dan Mulyadhi, 1996). Selisih pertumbuhan mutlaknya hanya 9,6 g sedangkan biomassanya 7,1 kg/m3
Hasil ini berbeda dengan penelitian Poedjirahajoe (2000) yang mengemukakan bahwa justru pola empang parit menghasilkan bandeng pada usia 3 bulan dengan berat rata-rata 1 kg lebih berat dibandingkan dengan pola komplangan. Namun demikian, kedua sistem ini turut membantu dalam meningkatkan income petani petambak. Masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan mangrove dengan sistem ini cukup besar. Data dari KPH Purwakarta menunjukkan bahwa dari luas areal mangrove seluas 14.535 ha dapat melibatkan sebanyak 4.342 KK dalam kegiatan silvofoshery (Perhutani Purwakarta, 2005). Data dari Badan Litbang Pertanian (1986) dalam Anwar (2005) menggambarkan bahwa kontribusi dari usaha budidaya tambak dengan luas total 208.000 ha dapat menghasilkan 129.279 ton ikan dan udang yang apabila ditaksir, nilainya melebihi dari Rp 138 milyar. Kegiatan ini pun dilaporkan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 117.034 KK yang sudah barang tentu dapat memberikan penghasilan yang lebih baik bagi petani kecil.
H. Pertanian
Keberadaan hutan mangrove penting bagi pertanian di sepanjang pantai terutama sebagai pelindung dari hempasan angin, air pasang, dan badai. Budidaya lebah madu juga dapat dikembangkan di hutan mangrove, bunga dari Sonneratia sp. dapat menghasilkan madu dengan kualitas baik. Tempat di areal hutan mangrove yang masih terkena pasang surut dapat dijadikan pembuatan garam. Pembuatan garam dapat dilakukan dengan perebusan air laut dengan kayu bakar dari kayu-kayu mangrove yang mati. Di Bali, garam yang diproduksi di sekitar mangrove dikenal tidak pahit dan banyak mengandung mineral dengan harga di pasar lokal Rp 1.500,-/kg, sedangkan bila dikemas untuk dijual kepada turis harganya menjadi US$ 6 per 700 gram (Rp 68.000,-/kg). Air sisa rebusan kedua dimanfaatkan untuk produksi tempe dan tahu dan dijual dengan harga Rp 2.000,-/liter (Inoue et al., 1999).
Keberadaan hutan mangrove penting bagi pertanian di sepanjang pantai terutama sebagai pelindung dari hempasan angin, air pasang, dan badai. Budidaya lebah madu juga dapat dikembangkan di hutan mangrove, bunga dari Sonneratia sp. dapat menghasilkan madu dengan kualitas baik. Tempat di areal hutan mangrove yang masih terkena pasang surut dapat dijadikan pembuatan garam. Pembuatan garam dapat dilakukan dengan perebusan air laut dengan kayu bakar dari kayu-kayu mangrove yang mati. Di Bali, garam yang diproduksi di sekitar mangrove dikenal tidak pahit dan banyak mengandung mineral dengan harga di pasar lokal Rp 1.500,-/kg, sedangkan bila dikemas untuk dijual kepada turis harganya menjadi US$ 6 per 700 gram (Rp 68.000,-/kg). Air sisa rebusan kedua dimanfaatkan untuk produksi tempe dan tahu dan dijual dengan harga Rp 2.000,-/liter (Inoue et al., 1999).
I. Pariwisata
Hutan mangrove yang telah dikembangkan
menjadi obyek wisata alam antara lain di Sinjai (Sulawesi Selatan),
Muara Angke (DKI), Suwung, Denpasar (Bali), Blanakan dan Cikeong (Jawa
Barat), dan Cilacap (Jawa Tengah). Hutan mangrove memberikan obyek
wisata yang berbeda dengan obyek wisata alam lainnya. Karakteristik
hutannya yang berada di peralihan antara darat dan laut memiliki
keunikan dalam beberapa hal. Para wisatawan juga memperoleh pelajaran
tentang lingkungan langsung dari alam. Pantai Padang, Sumatera Barat
yang memiliki areal mangrove seluas 43,80 ha dalam kawasan hutan,
memiliki peluang untuk dijadikan areal wisata mangrove.
Kegiatan wisata ini di samping memberikan
pendapatan langsung bagi pengelola melalui penjualan tiket masuk dan
parkir, juga mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat di sekitarnya
dengan menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha, seperti
membuka warung makan, menyewakan perahu, dan menjadi pemandu wisata
ETIKA LINGKUNGAN
Dari Crayonpedia
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi
manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan
hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan
sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia
berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli
pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya
dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern
menghadapi alam hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani. Alam begitu saja
dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi
penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya
sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas
alam.
Pencemaran dan kerusakan alam pun
akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari
manusia. Kiranya tidak salah jika manusia dipandang sebagai kunci pokok
dalam kelestarian maupun kerusakan lingkungan hidup yang terjadi.
Bahkan jika terjadi kerusakan dalam lingkungan hidup tersebut, YB
Mangunwijaya memandangnya sebagai oposisi atau konflik antara manusia
dan alam . Cara pandang dan sikap manusia terhadap lingkungan hidupnya
menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang mempertanyakan
eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan
hidup, arti materi dan yang ada ”di atas” materi. Dengan demikian
masalah lingkungan hidup tak lain adalah soal bagaimana mengembangkan
falsafah hidup yang dapat mengatur dan mengembangkan eksistensi manusia
dalam hubungannya dengan alam.
Apa itu Etika Lingkungan ?
Isu-isu kerusakan lingkungan menghadirkan
persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada dasarnya alam sendiri
sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya
terus terjadi pencemaran dan perusakan. Keadaan ini memunculkan banyak
pertanyaan. Apakah manusia sudah melupakan hal-hal ini atau manusia
sudah kehilangan rasa cinta pada alam? Bagaimanakah sesungguhnya manusia
memahami alam dan bagaimana cara menggunakannya?
Perhatian kita pada isu lingkungan ini
juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan relasi
kita dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir
kedepan. Bagaimana situasi alam atau lingkungan di masa yang akan
datang? Kita akan menyadari bahwa relasi kita dengan generasi akan
datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya ada teori etika
lingkungan yang secara khusus member bobot pertimbangan pada kepentingan
generasi mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut
utilitirianisme, secara khusus, memandang generasi yang akan datang
dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan sekarang. Apapun yang kita
lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut
memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dengan
kekhususannya dalam pendekatannya terhadap alam dan lingkungan.
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi.
Etika Ekologi selanjutnya dibedakan
menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain
itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan
etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada
mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika
pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan
untuk kepentingan semua mahluk.
Yang dimaksud Etika ekologi dalam
adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami
lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga
semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini
memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai
bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena
harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah
bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan
komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya
adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Sedangkan Etika ekologi dangkal adalah
pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai
sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika
ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan
humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan
dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini
memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia.
1. Etika Ekologi Dangkal
Etika ini dapat digolongkan menjadi dua
yaitu etika antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan
etika antroposentris yang mengutamakan kepentingan generasi penerus.
Etika ekologi dangkal yang berkaitan dengan kepentingan estetika
didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan Mark Sagoff.
Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan
manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika
antroposentris yang mementingkan kesejahteraan generasi penerus
mendasarkan pada perlindungan atau konservasi alam yang ditujukan untuk
generasi penerus manusia. Etika yang antroposentris ini memahami bahwa
alam merupakan sumber hidup manusia. Etika ini menekankan hal-hal
berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam, 2.
Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung
jawab manusia. 3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat
keprihatinannya 4. Kebijakan dan manajemen sumber daya alam untuk
kepentingan manusia, 5. Norma utama adalah untung rugi. 6. Mengutamakan
rencana jangka pendek. . Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan
jumlah penduduk khususnya dinegara miskin, 8. Menerima secara positif
pertumbuhan ekonomi
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang
menekankan keterkaitan seluruh organism dan anorganisme dalam ekosistem.
Setiap individu dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain
secara mutual. Planet bumi menurut pandangan etika ini adalah semacam
pabrik integral, suatu keseluruhan organisme yang saling membutuhkan,
saling menopang dan saling memerlukan. Sehingga proses hidup-mati harus
terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan ekosistem. Kematian dan
kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam memungkinkan
mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan
mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti
binatang maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb,
etika ini mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan
kepentingan keseluruhan dalam ekosistem.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1. Manusia adalah bagian dari alam, 2.
Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh
manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang, 3. Prihatin akan
perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang,
4. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk, 5. Alam harus
dilestarikan dan tidak dikuasai, 6. Pentingnya melindungi keanekaragaman
hayati, 7. Menghargai dan memelihara tata alam, 8. Mengutamakan tujuan
jangka panjang sesuai ekosistem, 9. Mengkritik sistem ekonomi dan
politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil
memelihara.
Demikian etika lingkungan dapat digolongkan kedalam dua kelompok yaitu etika lingkungan dalam dan etika lingkungan dangkal.
Keduanya memiliki beberapa perbedaan – perbedaan seperti diatas. Tetapi
bukan berarti munculnya etika lingkungan ini memberi jawab langsung
atas pertanyaan mengapa terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling tidak
dengan adanya gambaran etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan
norma-norma mana yang dipakai oleh manusia dalam melakukan pendekatan
terhadap alam ini. Dengan demikian etika lingkungan berusaha memberi
sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan untuk mengungkap dan
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan.
Sumber:
https://irfandr.wordpress.com/2010/09/09/lingkungan-hidup-dan-pelestariannya/
https://www.youtube.com/watch?v=cVGhVr425Jg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar